Kajian dan Riset
SENAT MAHASISWA
TRISAKTI SCHOOL
OF MANAGEMENT
SIARAN PERS KAJIAN STRATEGIS SENAT MAHASISWA TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT 2022-2023
25 Tahun, Hilang Tanpa Penyelesaian
“Mana Keadilan yang Dijanjikan? Kawan Kami Sudah Tiada, Tapi Janji Tak Pernah Dituntaskan. Hanya Hilang dalam Gemerlap Gempita Negara yang Tak Pernah Selesai.”
Ya, tepat 12 Mei 2023 ini merupakan peringatan 25 tahun terjadinya Tragedi Trisakti pada 1998 silam. Berawal dari menyuarakan aspirasi, tapi berujung pada gugurnya 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti. Kini, kami mewakili kawan kami, menagih janji Pemerintah Republik Indonesia menuntaskan kasus ini!
Mereka adalah Heri Hartanto, Hendriawan Sie, Hafidin Royan, dan Elang Mulya Lesmana. Semuanya tewas tertembak peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada di dalam kampus yang menjadi tempat mereka menimba ilmu sehari-hari.
Hingga kini tepat seperempat abad terjadinya peristiwa nahas tersebut, tidak ada kepastian penyelesaian kasus PELANGGARAN HAM BERAT tersebut dari pemerintah. Hanya sekadar janji yang terus bergulir dari presiden ke presiden berikutnya. Contoh saja pada masa kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004 silam, janji penuntasan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 1998 pun muncul dan dijadikan ‘iming-iming’ politik semata tanpa ada kejelasan hingga berakhirnya masa jabatan di 2014.
Senada, pada masa Presiden Joko Widodo penuntutan penyelesaian kasus PELANGGARAN HAM BERAT pun terus digelorakan dari banyak pihak, salah satunya KontraS. Apalagi, Presiden Jokowi -sapaan akrabnya- pun berjanji pada Pilpres 2014 silam untuk menuntaskan pelanggaran-pelanggaran masa lampau itu dan belum kunjung diselesaikan hingga periode kepemimpinan keduanya hingga 2024 mendatang.
Namun, masih ada harapan hingga 1 tahun mendatang untuk menagih janji ‘kampanye’ yang tak pernah selesai itu. Harapan pun muncul pada 12 Januari 2023 lalu ketika Presiden Jokowi mengakui Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II pada 1998-1999 merupakan PELANGGARAN HAM BERAT. Hal itu diungkapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu 11 Januari 2023 lalu dikutip dari Tempo.co.
Memang harapan muncul, tetapi tidak sesuai yang diharapkan. Penyelesaian jalur non-yudisial pun menjadi alternatif dibandingkan penyelesaian jalur yudisial. Hal ini membuka celah penyelesaian tanpa jalur hukum. Pasalnya secara prinsip mekanisme yudisial berorientasi pada keadilan retributif, sedangkan mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban.
“Langkah penerbitan keppres pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi tidak berarti menghilangkan upaya penegakan hukum atau upaya yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu. Keberadaan tim akan saling beriringan dalam penyelesaian kasus HAM berat,” ungkap Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani pada 28 Agustus 2022 lalu dikutip dari VOA Indonesia.
Apalagi jika berkaca dari pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD pada 26 November 2020 lalu, keadilan retributif ini merujuk pada penegakan hukum yang sesuai Undang-Undang (UU). Untuk daripada itu, jangan sampai Pemerintah Republik Indonesia hanya mengandalkan penyelesaian non-yudisial tanpa penyelesaian yudisial yang JELAS!
Terlebih tindak lanjut nyata penyelesaian jalur yudisial pun harus diutamakan agar bisa memberikan efek jera terhadap para pelaku. Seperti yang diungkapkan Dosen Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, bahwa sanksi dalam keadilan retributif yang dijatuhkan bertujuan untuk menggugah tanggung jawab pelaku terhadap penderitaan korban atau sanksi yang bertujuan untuk memulihkan penderitaan korban.
Permintaan maaf dari Pemerintah Republik Indonesia pun perlu ditegaskan kepada keluarga korban atas terjadinya peristiwa pelanggaran HAM. Salah satunya 4 korban Tragedi Trisakti 1998 silam! Namun, nyatanya Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah tidak akan meminta maaf kepada para korban. Alasannya, karena tidak ada dalam rekomendasi yang dibuat oleh Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM berat masa lalu (TPPHAM) kepada pemerintah.
Ini justru merupakan langkah yang MELUKAI hati para keluarga korban yang sudah menunggu lama kepastian dari pemerintah. Untuk itu, perlu secara khusus kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta maaf karena hingga hari ini korban dan penyintas belum mendapatkan pemenuhan hak atas keadilan. Hal senada pun dilontarkan oleh KontraS.
“KontraS mendesak Presiden meminta maaf terhadap korban, penyintas, dan keluarga korban pelanggaran HAM berat yang ada di Indonesia atas dampak yang muncul akibat peristiwa yang terjadi serta dari pengabaian pemenuhan atas keadilan dan hak lainnya sampai hari ini,” ungkap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dikutip dari Kompas.com.
Oleh karena itu, sebagai MAHASISWA INDONESIA DAN KHUSUSNYA MAHASISWA TRISAKTI. Sudah saatnya kita bersuara atas ketidakadilan yang terjadi di negeri ini, keadilan yang terjadi pada 4 kawan kita. Jangan sampai janji penuntasan pelanggaran HAM berat di masa lalu hanya menjadi ‘janji politik’ semata. Apalagi menjelang Pilpres 2024!
Hanya perlu keberanian dari sosok Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan janjinya selama masa kampanye kepada keluarga korban! Buka jalur yudisial dan berikan permintaan maaf kepada keluarga korban. Sebab, selama 25 tahun inilah yang dinantikan oleh keluarga dan sanak kerabat korban. Jangan sampai seperempat abad perjuangan hanya hilang tanpa penyelesaian!
REFERENSI :
- https://www.voaindonesia.com/a/presiden-ingin-tuntaskan-semua-kasus-pelanggaran-ham-121776044/93183.html, diakses pada 11 Mei 2023
- https://www.voaindonesia.com/a/penyelesaian-yudisial-dan-non-yudisial-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu-saling-melengkapi-/6719819.html, diakses pada 11 Mei 2023
- https://nasional.kompas.com/read/2020/11/26/15464341/mahfud-hukum-kita-keadilan-retributif-tapi-di-masyarakat-terasa-koruptif-dan, diakses pada 11 Mei 2023
- https://nasional.kompas.com/read/2023/01/12/14463841/kontras-khawatir-pengakuan-jokowi-soal-pelanggaran-ham-berat-berakhir-di, diakses pada 11 Mei 2023
- https://ojs.uajy.ac.id/index.php/justitiaetpax/article/download/1418/1096#:~:text=Dalam%20paradigma%20keadilan%20retributif%2C%20sanksi,bertujuan%20untuk%20memulihkan%20penderitaan%20korban, diakses pada 11 Mei 2023
- https://nasional.kompas.com/read/2018/10/20/10495561/4-tahun-presiden-jokowi-janji-penyelesaian-pelanggaran-ham-masa-lalu-yang, diakses pada 11 Mei 2023
- https://nasional.kompas.com/read/2023/01/12/14463841/kontras-khawatir-pengakuan-jokowi-soal-pelanggaran-ham-berat-berakhir-di, diakses pada 11 Mei 2023
- https://amp.kontan.co.id/news/jokowi-instruksikan-penyelesaian-non-yudisial-pelanggaran-ham-berat , diakses pada 11 Mei 2023
- https://nasional.tempo.co/read/1678970/inilah-12-pelanggaran-ham-berat-yang-diakui-presiden-jokowi, diakses pada 11 Mei 2023
- https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/05/05/23322161/jokowi-didesak-minta-maaf-kepada-korban-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu, diakses pada 11 Mei 2023