Kajian dan Riset

SENAT MAHASISWA
TRISAKTI SCHOOL
OF MANAGEMENT

Diskusi Publik sebagai rangkaian kegiatan utama program kerja KASTRAT telah sukses dilaksanakan

Diskusi Publik KASTRAT yang dilaksanakan pada Agustus lalu telah sukses terlaksana. Adapun program kerja ini diselenggarakan secara offline dan mengangkat tema “Menyongsong Kesetaraan Gender: Tantangan dan Prospek dalam Dunia Politik.”

JAKARTA, 24 AGUSTUS 2024 – Diskusi Publik yang merupakan kegiatan utama dari program kerja KASTRAT 2024 telah sukses dilaksanakan.

Pada Diskusi Publik ini diangkat tema besar yaitu “Menyongsong Kesetaraan Gender: Tantangan dan Prospek dalam Dunia Politik”. Tema ini dipilih karena faktanya di era saat ini, masih banyak persoalan mengenai gender terutama untuk menjadi seorang pemimpin dan kesetaraan gender merupakan isu kompleks yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Dalam Diskusi Publik ini juga disinggung beberapa hal mengenai demokrasi, HAM, diskriminasi laki-laki dan perempuan, serta pandangan dari berbagai bidang.

Kesetaraan gender adalah prinsip bahwa semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki hak untuk menikmati hak-hak yang sama dan setara dalam semua aspek kehidupan. Ini melibatkan penghapusan diskriminasi berbasis gender dan pencapaian hasil yang setara antara pria dan wanita di semua bidang. (WHO)

Kesetaraan gender memerlukan perubahan struktur distribusi sumber daya dan pengakuan terhadap perbedaan identitas serta hak-hak yang setara. (Nancy Fraser, 1995)

Politik merupakan hak semua orang, tanpa memandang siapa yang menjadi sosok di dalamnya. Sehingga keterwakilan perempuan diharuskan di dalamnya dengan tujuan untuk memastikan keadilan, memanfaatkan potensi penduduk, memperluas perspektif, serta pengalaman dan kepentingan perempuan yang sulit diwakilkan oleh laki-laki.

Struktur distribusi tiap negara terpantau dalam Human Development Report melalui Gender Development Index (GDI) yang mencatat bahwa rangking Indonesia tidak pernah dikategorikan bagus dalam penilaian kuantitatif yang menempati posisi ke-112 bahkan dalam South Asia negara yang memiliki rate tertinggi adalah Singapura. Ukuran ini terbukti dengan keterwakilan perempuan dalam politik menurut undang-undang saat ini adalah sebesar 30% dan laki-laki 70%.

Berbicara tentang Human Development Report, jika ingin mengetahui suatu negara tersebut bagus atau baik jika membahas mengenai manusia di negara tersebut, salah satu yang dilihat adalah mengenai kesetaraan gender, di dalam kesetaraan gender yang dinilai terdapat 4 poin:

  1. Terkait dengan kesehatan

  2. Terkait dengan kesempatan kerja

  3. Terkait dengan kesempatan perempuan di dalam pekerjaan

  4. Terkait dengan keterwakilan politik

Menurut data, konstribusi perempuan dalam dunia politik setiap tahun mengalami kenaikan. Namun, faktanya adalah suara-suara perempuan belum dapat digaungkan secara keseluruhan sehingga masih banyak isu-isu kekerasan, diskriminasi, pelecehan, dan hak-hak lainnya yang belum tercapai dan tenggelam.

Berbalik dari bidang politik, kesetaraan gender yang mendiskriminasi perempuan ada dalam aspek lainnya seperti contoh:

  1. Pendidikan
    Di beberapa daerah masih banyak ditemukan stereotip bahwa perempuan tidak perlu untuk berpendidikan tinggi.

  2. Hukum dan Kebijakan
    Masih banyak kasus kekerasan berbasis gender yang tidak ditangani secara efektif oleh sistem hukum, seperti kekerasan domestik dan pelecehan seksual.

  3. Budaya dan Sosial

    • Stigma masyarakat yang masih terpaku bahwa perempuan kurang dapat memadai untuk menjadi seorang pemimpin, sehingga representasinya kurang mewakili keragaman pengalaman dan identitas gender.

    • Patriarki yang masih banyak terjadi dalam berbagai ranah, diantaranya:

      • Ranah keluarga: terjadi KDRT, poligami, laki-laki terbiasa untuk dilayani, biasanya suami membatasi istri dan anak perempuannya, dan laki-laki lebih mendominasi lingkungan keluarga.

      • Ranah Masyarakat: Budaya yang tidak ramah perempuan, beban ganda, perempuan bekerja hanya dianggap bantu-bantu sehingga tidak terlalu bernilai.

      • Ranah Negara: Kebijakan dan pernyataan yang mendiskriminasikan gender, rendahnya keterwakilan perempuan pada ranah atau lingkup negara, politik yang lebih bersifat maskulin.

“GENDER BERSIFAT KONSTRUKTIF: DIBANGUN DAN DIPELIHARA OLEH MASYARAKAT”

Ekspektasi sosial tidak hanya merugikan perempuan, namun laki-laki juga terkena dampaknya. Mengapa? Karena masih terdapat beberapa budaya dan pandangan mengenai laki-laki. Seperti contoh, menurut masyarakat Jawa, “laki-laki sempurna” jika memiliki 5 hal yaitu: rumah, istri, kendaraan, keahlian khusus, dan hobi atau pandangan lain seperti “Masculinity Scale” yakni:

  1. Agar dikagumi dan dihormati harus menjadi tulang punggung keluarga.

  2. Fisik yang kuat tidak ada rasa sakit, kepercayaan tinggi, tegas.

  3. Anti pada ekspresi feminin, termasuk menutupi emosi dan tidak menunjukkan perasaan.

  4. Agresif, memaksa, tidak ragu melakukan kekerasan agar mendapat predikat pemberani.

R.W. Connell – Seorang sosiolog dan penulis buku “Masculinities”, Connell berpendapat bahwa pandangan maskulinitas seperti menjadi tulang punggung keluarga dan menghindari ekspresi feminin mendukung dominasi pria atas wanita dan menekan bentuk maskulinitas lainnya, yang lebih inklusif dan tidak kekerasan.

Beberapa konsep yang dianggap lebih sehat dan inklusif dari konsep tersebut adalah:

  1. Healthy Masculinity
    Mengedepankan kualitas seperti empati, keterbukaan emosional, dan keseimbangan antara kekuatan dan kelemahlembutan.

  2. Positive Masculinity
    Fokus pada kekuatan dalam bentuk dukungan, kepedulian, dan tanggung jawab.

  3. Inclusive Masculinity
    Mendorong penekanan pada keragaman dan inklusivitas dalam apa yang dianggap maskulin. Ini mencakup pengakuan dan penerimaan berbagai cara pria dapat mengalami dan mengekspresikan maskulinitas.

  4. Relation Masculinity
    Menekankan pentingnya hubungan dan interaksi sosial dalam mendefinisikan maskulinitas.

  5. Equitable Masculinity
    Berfokus pada keadilan gender dan menghargai kesetaraan antara pria dan wanita.

Pemahaman dan langkah preventif yang berdaya guna harus diarahkan untuk memberdayakan seluruh komponen dalam masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan serta menghargai seluruh hak-hak di dalamnya yang diharapkan dapat menciptakan budaya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan menghilangkan isu-isu mengenai ketimpangan gender.