Di tengah pandemi COVID-19 ini, apalagi dengan kembali meningkatnya tingkat dan kasus penularan, pebisnis dan pengusaha perlu menerapkan etika dalam berbisnis yang baik. Ketika banyak perusahaan berusaha keras membantu mencegah penyebaran pandemi COVID-19, seberapa sering anda melihat sebuah perusahaan atau bisnis yang memiliki pekerja yang tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, tidak mengenakan alat kesehatan sarung tangan, atau tidak melaksanakan protokol kesehatan lainnya. Bukan berarti ketika tidak ada pandemi tidak perlu beretika, bahkan sebelum dan setelah pandemi COVID-19, budaya beretika dalam berbisnis harus tetap di jaga, baik demi kepentingan sosial ataupun kepentingan perusahaan.
Mengapa etika itu perlu?
Etika berbisnis tidak terbatas hanya pada memenuhi persyaratan kesehatan, bertanggung jawab secara sosial, beraktivitas ramah lingkungan, dan bekerja di atas dan di luar persyaratan dasar semuanya adalah termasuk etika berbisnis yang menghabiskan waktu dan uang. Perilaku-perilaku yang tidak etis yang dilakukan oleh banyak usaha termasuk:
Iklan atau pemasaran yang menyesatkan.
Menyebabkan kerusakan lingkungan.
Keamanan produk atau layanan yang buruk.
Expense account padding.
Insider trading.
Dumping produk yang dilarang atau cacat ke penjual lain atau eceran.
Memberikan perlakuan yang berbeda untuk minoritas.
Pemberian harga yang terlalu mahal.
Pelecehan seksual.
Menggunakan dana atau sumber daya perusahaan untuk keuntungan pribadi.
Banyak pengusaha yang terlalu fokus kepada keuntungan jangka pendek sehingga mereka tidak menghiraukan etika ketika mereka menyusun strategi berbisnis. Padahal dalam jangka panjang, etika bisnis yang baik dapat menghasilkan keuntungan dan mendukung keberlangsungan usaha.
Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Business Ethics (IBE), “Does Business Ethics Pay?” menyimpulkan bahwa perusahaan yang menunjukkan “komitmen yang jelas terhadap perilaku etis” secara konsisten mengungguli perusahaan yang tidak menunjukkan perilaku etis.
Kemudian Investor’s Business Daily menemukan pada tahun 2015 bahwa perusahaan yang memiliki etika berbisnis tinggi menghasilkan profitabilitas lima kali lebih besar dan aktivitas tenaga kerja perusahaan 26 persen lebih tinggi daripada perusahaan yang berfokus pada keuntungan tanpa mementingkan etika. Penemuan ini adalah hasil studi selama tujuh tahun oleh Fred Kiel, penulis “Return on Character,” yang mempelajari 8.000 karyawan dan 84 eksekutif dari perusahaan yang terdaftar di Fortune 500.
Dengan semakin meningkatnya aksesibilitas internet dan literasi digital, serta semakin banyaknya masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, etika yang buruk lebih rentan tersebar ke masyarakat. Sebuah perusahaan yang terbukti melanggar persyaratan atau beretika buruk akan mengalami kerugian baik dari sisi kinerja, misalnya kehilangan satu grup konsumen, atau dari sisi legal, seperti adanya tuntutan yang berujung ke pengadilan. Perusahaan perlu memikirkan tentang public image perusahaan tersebut dan bagaimana cara mengembangkan budaya beretika. Hal ini juga berlaku bagi usaha kecil, karena salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan usaha adalah mendapatkan izin usaha, yang dalam persyaratannya terdapat hal-hal mengenai etika dalam berbisnis.
Cara membangun budaya beretika
Hal yang paling utama dalam membangun budaya beretika adalah mengembangkan suatu Code of Ethics atau kode etik. Dilansir dari laman Investopedia, kode etik adalah pedoman prinsip yang dirancang untuk membantu para profesional menjalankan bisnis dengan jujur dan berintegritas. Kode etik berfungsi untuk:
untuk mendefinisikan perilaku yang diterima / dapat diterima;
untuk mempromosikan standar praktik yang tinggi;
untuk memberikan patokan bagi anggota yang akan digunakan untuk evaluasi diri;
untuk menetapkan kerangka kerja untuk perilaku dan tanggung jawab profesional; dan
sebagai identitas pekerjaan;
Dilansir dari situs the balance small business, terdapat 7 prinsip etika bisnis yang baik yang dapat anda pertimbangkan saat membuat kode etik, yaitu:
Dapat dipercaya. Pelanggan atau perusahaan ingin berbisnis dengan entitas yang mereka percaya;
Berpikiran terbuka. Terus meminta dan menerima feedback dari pelanggan ataupun anggota perusahaan;
Penuhi semua komitmen dan kewajiban. Hargai dan, apabila mungkin, rah kembali kepercayaan dari pelanggan atau klien sebelumnya;
Memiliki dokumen yang jelas. Pastikan dokumen yang anda terbitkan, iklan, brosur atau pamflet jelas, benar, dan profesional. Jangan salah merepresentasikan, membesar-besarkan, atau menyesatkan;
Terlibat dalam komunitas. Menjadi anggota komunitas lingkungan yang ikut berpartisipasi dalam event-event dan bertanggung jawab;
Menjaga kontrol akuntansi. Mengendalikan kegiatan akuntansi Anda untuk mengidentifikasi dan menghilangkan aktivitas yang meragukan; dan
Bersikap hormat. Hiraukan perbedaan, posisi, gelar, usia, atau jenis perbedaan lainnya, selalu perlakukan orang lain dengan rasa hormat dan profesionalitas;
Memastikan berlakunya budaya beretika
Setelah mengembangkan kode etik, anda harus memastikan bahwa kode etik tersebut dipahami, dilakukan, dan diberlakukan dalam praktik. Anda dapat mengadakan sebuah workshop atau kuesioner untuk mengetes pemahaman anggota perusahaan anda terhadap kode etik perusahaan. Hal lain yang anda dapat lakukan adalah dengan menetapkan sistem reward and punishment dalam penerapan dan pelaksanaan kode etik perusahaan. Hanya memberikan hukuman terhadap pelanggaran kode etik akan membuat anggota mencari cara untuk melanggar kode etik anda tanpa ketahuan atau melakukan tindakan tidak etis tanpa melanggar kode etik.
Dalam sistem reward and punishment ini, perlu diberlakukan kebijakan-kebijakan yang mendorong dan memberikan insentif kepada perilaku whistle-blowing. Whistle-blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa anggota untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kerja sama antara dua anggota atau lebih untuk mendapat reward tanpa melakukan hal yang berarti atau menghindari punishment dengan menutupi jejak satu sama lain.
“If you have integrity, nothing else matters. If you don’t have integrity, nothing else matters.”
(Alan K. Simpson)